Wikipedia

Hasil penelusuran

Ads by adsterra

Cari Blog Ini

Social ads

Translate

Google Tag Manager

AdSense

Pages

AdSense

BAB II KAJIAN PUSTAKA - FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN PASIEN (BAB II)

Skripsi Tentang Kesehatan BAB II   
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN SISA MAKANAN PASIEN

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1    Deskripsi Teori
2.1.1    Pengertian Rumah Sakit
Rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan perorangan merupakan bagian dari sumber daya kesehatan yang sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan (Depkes, 2008).
Menurut Undang-Undang No.44 tahun 2009, rumah sakit adalahinstitusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk melaksanakan tugasnya, rumah sakit berfungsi :
a.    penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan

2.1.2    Jenis dan Kualifikasi Rumah Sakit
    Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan menjadi :
1.    Rumah sakit umum
Rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit
2.    Rumah sakit khusus
Rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.

Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dikategorikan menjadi :
1.    Rumah sakit publik
Rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba
2.    Rumah sakit privat
Rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.
Dalam rangka penyelenggaraan pelayanan kesehatan secara berjenjang dan fungsi rujukan, rumah sakit umum dan rumah sakit khusus diklasifikasikan berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan Rumah Sakit. Klasifikasi rumah sakit umum dibagi atas :
1.    Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas
2.    Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya sebelas spesialistik dan subspesialistik luas
3.    Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4.    Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar
Sedangkan klasifikasi rumah sakit khusus dibagi atas :
1.    Rumah sakit khusus kelas A
2.    Rumah sakit khusus kelas B
3.    Rumah sakit khusus kelas C

2.1.3Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit
Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan Peraturan Menkes Nomor 1045/MENKES /PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di lingkungan Departemen Kesehatan. Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi:
1. Asuhan Gizi Rawat Jalan
2. Asuhan Gizi Rawat Inap
        3. Penyelenggaraan Makanan
4. Penelitian dan Pengembangan
Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi.
Tujuan penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal.
Sasaran penyelenggaraan makanan di rumah sakit terutama pasien yang rawat inap.Sesuai dengan kondisi rumah sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan makanan bagi karyawan.Ruang lingkup penyelenggaraan makanan rumah sakit meliputi produksi dan distribusi makanan. Gambar berikut adalah alur penyelenggaraan makanan rumah sakit :

Sumber : PGRS, 2014
Gambar 2.1 Alur Penyelenggaraan Makanan

2.1.4    Sisa Makanan
Sisa makanan adalah jumlah makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan (Hirch, 1979).Sisa makanan merupakan suatu dampak dari sistem pelayanan gizi di rumah sakit.Hal ini merupakan suatu implementasi dari pelayanan gizi dan aspek perilaku pasien.Banyaknya sisa makanan dalam piring pasien mengakibatkan masukan gizi kurang selama pasien dirawat. Kebutuhan gizi merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan ataudipertimbangkan dalam menyusun menu pasien, karena untuk orang sakit kebutuhan gizi akan meningkat. Pemberian makanan sehat yang terdiri dari makanan pokok, lauk, sayur-sayuran dan buah dalam jumlah yang cukup dandapat dihabiskan oleh pasien (Moehji, 1999).
Secara umum pengertian sisa makanan adalah makanan yang bukan hanya tidak dihabiskan oleh pasien pada saat makanan disajikan, tapi termasuk juga kehilangan bahan makanan atau makanan pada saat proses seperti persiapan dan pengiriman bahan makanan. Secara khusus, pengertian sisa makanan dikategorikan menjadi dua :
a.    Food Waste
Sisa makanan atau bahan makanan yang tidak dikonsumsi oleh pasien akibatkehilangan pada waktu proses pembelian, persiapan, pemasakan dan pengiriman makanan
b.    Plate Waste
Adalah sisa makanan di piring/ plato yang tidak dihabiskan oleh pasien dan dinyatakan dalam persentase
Menurut Soegianto (2008), sisa makanan pasien di rumah sakit ditimbulkan oleh sedikitnya konsumsi makanan oleh pasien. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi perilaku konsumsi pasien, sehingga menimbulkan sisa makanan, yaitu anoreksia, input di luar diet, motivasi rendah, makanan yang kurang enak, atau makanan yang terlalu banyak. Pemberian makanan di rumah sakit dipengaruhi oleh beberapa faktor terkait bagaimana seseorang memilih makanannya.Faktor-faktor tersebut adalah kesenangan serta ketidaksenangan, kebiasaan, daya beli serta ketersediaan makanan, kepercayaan serta ketahayulan, aktualisasi diri, faktor agama serta psikologis, dan pertimbangan gizi serta kesehatan (Hartono dalam Indah, 2013).
Menurut Almatsier (1992), sisa makanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis kelamin, tingkat pendidikan, kelompok umur, cita rasa makanan, kelas perawatan, lama perawatan dan penyakit mempengaruhi sisa makanan pasien. Jika faktor-faktor ini baik, maka persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan akan baik sehingga makanan yang disajikan dikonsumsi habis. Jika persepsi pasien terhadap makanan yang disajikan kurang, maka makanan yang disajikan tidak dikonsumsi habis dan akan meninggalkan sisa
Moehji (1999) mengatakan, ada berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan. Sisa makanan terjadi bukan hanya karena nafsu makan yang ada dalam diri seseorang, tetapi ada faktor lain yang menyebabkan terjadinya sisa makanan antara lain faktor yang berasal dari luar pasien sendiri atau faktor eksternal dan faktor yang berasal dari dalam pasien atau faktor internal. Sementara itu, faktor eksternal lain yang berpengaruh terhadap terjadinya sisa makanan adalah sikap petugas ruangan, jadwal makan atau waktu pembagian makan, suasana lingkungan tempat perawatan, makanan dari luar RS, dan mutu makanan.
Sedangkan menurut Gutawa (2013), banyak faktor yang mungkin menyebabkan makanan sisa yaitu pasien, lingkungan dan makanan.Dari sisi pasien, makanan sisa bisa terjadi karena stres karena perawatan medis, kesukaan makanan, tidak mampu makan sendiri, nafsu makan buruk dan kondisi kesehatan buruk. Faktor lingkungan yang bisa menyebabkan makanan sisa adalah suasana yang tidak menyenangkan atau kehadiran orang lain. Dari sisi makanan yang bisa menyebabkan makanan sisa adalah porsi terlalu besar, persiapan makanan, penampilan makanan, suhu makanan, jadwal makanan, rasa makanan yang tidak enak dan menerima makanan yang salah (Soenardi, 2014).

2.1.5    Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien
a.    Umur
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati. Semisal, umur manusia dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dihitung (Hardiwinoto, 2011).
Jenis perhitungan umur/usia :
-    Usia kronologis
Usia kronologis adalah perhitungan usia yang dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu penghitungan usia.
-    Usia mental
Usia mental adalah perhitungan usia yang didapatkan dari taraf kemampuan mental seseorang. Misalkan seorang anak secara kronologis berusia empat tahun akan tetapi masih merangkak dan belum dapat berbicara dengan kalimat lengkap dan menunjukkan kemampuan yang setara dengan anak berusia satu tahun, maka dinyatakan bahwa usia mental anak tersebut adalah satu tahun.
-    Usia biologis
Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki oleh seseorang.

b.    Jenis Kelamin
    Jenis kelamin (bahasa Inggris: sex) adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu. Jenis kelamin merupakan suatu akibat dari dimorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki dan perempuan.Pada kebanyakan hewan non-hermafrodit, tumbuhan berumah dua (dioecious), dan berbagai organisme rendah orang menyebutnyajantan dan betina.Jantan adalah kelompok yang menyediakanspermatozoid (sel gamet yang aktif bergerak), sedangkan betina adalah kelompok yang menyediakan sel gamet yang statik dan menunggu untuk dibuahi.Adanya alat kelamin yang khas untuk masing-masing seringkali dijadikan penciri bagi masing-masing jenis kelamin.Sebagai tambahan, sering kali tampak ciri-ciri sekunder yang terjadi seperti pada manusia (misalnya payudara dan sebaran rambut), banyak unggas (seperti pada ayam dan merak, serta sejumlah mamalia (contoh yang mudah terlihat adalah singa).Jenis kelamin dibagi 2 yaitu laki-laki dan perempuan.
c.    Tingkat Pendidikan
Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan,keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang ditransfer dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.
Pendidikan mempunyai peran penting dalam proses tumbuh kembang seluruh kemampuan dan perilaku manusia. Semakin tinggi pendidikan akan semakin berkualitas pengetahuan seseorang dan merupakan faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah menerima ide-ide baru (Notoatmodjo, 2003).
 Tingkat pendidikan dibagi menjadi:
1.   Belum Sekolah
2.   SD
3.   SMP
4.   SMA/SMK
5.   Perguruan Tinggi

d.    Jenis Penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang terkait atau berhubungan dengannya. Kadang kala istilah ini digunakan secara umum untuk menerangkan kecederaan, kecacatan, sindrom, simptom, keserongan tingkah laku, dan variasi biasa sesuatu struktur atau fungsi, sementara dalam konteks lain boleh dianggap sebagai kategori yang boleh dibedakan.
Penyakit dapat dibedakan menjadi 2 karakteristik, yaitu :
1.       Penyakit Menular/Penyakit Infeksi
Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit, bukan disebabkan karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti keracunan.
Oleh sebab itu, mengapa penyakit ini disebut penyakit infeksi karena penyakit ini ditularkan penderita melalui infeksi virus, bakteri maupun parasit yang ditularkan oleh penderita, penularan penyakit ini dapat ditularkan melalui udara, jarum suntik, transfusi darah, serta tempat makan atau minum bekas penderita yang masih kurang bersih saat dicuci, hubungan seksual, dll. Namun bukan berarti penyakit ini tidak bisa dihindari, pola hidup sehat dan lingkungan dapat menghindari dari penyakit ini.
Penyakit ini adalah penyakit yang paling menakutkan dibandingkan dengan penyakit tidak menular karena penyakit ini masih sulit dalam pengobatannya dan dapat mengakibatkan kematian jika tidak segera ditangani.
3.    Penyakit Tidak Menular/Noninfeksi
    Penyakit tidak menular (PTM) atau penyakit noninfeksi adalah suatu penyakit yang tidak disebabkan karena kuman melainkan dikarenakan adanya masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Biasanya penyakit ini terjadi karena pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, faktor genetik, cacat fisik, penuaan/usia, dan gangguan kejiwaan.Contohnya :sariawan, batuk, sakit perut, demam, hipertensi, DM, obesitas, osteoporosis, depresi, RA, keracunan, dsb.   
    Penyakit tidak menular terjadi akibat interaksi antara agent (non living agent) dengan host dalam hal ini manusia (faktor predisposisi, infeksi dll) dan lingkungan sekitar (source and vehicle of agent). Penyakit tidak menular biasa disebut juga dengan penyakit kronik, penyakit non-infeksi, new communicable disease, dan penyakit degeneratif.
Penyakit Tidak Menular (PTM) adalah penyebab kematian terbanyak di Indonesia.Keadaan dimana penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan penting dan dalam waktu bersamaan morbiditas dan mortalitas PTM makin meningkat merupakan beban ganda dalam pelayanan kesehatan, tantangan yang harus dihadapi dalam pembangunan bidang kesehatan di Indonesia.

PTM mempunyai beberapa karakteristik, diantaranya :
-      Penularan tidak melalui rantai penularan tertentu
-      Masa inkubasi yang panjang dan latent
-      Penyakit berlangsung lama
-      Sulit untuk didiagnosa
-      Biaya pencegahan dan pengobatannya yang cukup tinggi
-      Mempunyai variasi yang cukup luas
-      Multifaktor

e.    Jenis Diit
Setiap orang dalam hidupnya selalu membutuhkan dan mengkonsumsi berbagai bahan makanan baik dalam keadaan sehat ataupun sakit.Menurut Moehji (1999) makanan dalam upaya penyembuhan penyakit berfungsi sebagai salah satu bentuk terapi, penunjang pengobatan atau tindakan medis.Pemberian makanan pada orang sakit harus disesuaikan dengan keadaan penyakitnya dengan memperhatikan konsistensi makanan dan kandungan gizinya agar orang sakit memperoleh zat gizi sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan zat gizi pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor umur, jenis kelamin, aktivitas, komplikasi penyakit dan faktor stress (Depkes 2003).
Makanan merupakan suatu bentuk terapi yang bertujuan untuk memelihara status gizi secara normal atau optimal walaupun terjadi peningkatan kebutuhan gizi akibat penyakit yang dideritanya.Disamping itu untuk memperbaiki terjadinya defisiensi zat gizi serta kelebihan atau kekurangan berat badan pasien.

Menurut Almatsier (2008), standar makanan rumah sakit dibagi menjadi :
a.    Makanan Biasa
Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beranekaragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur, dan aroma yang normal. Makanan biasa diberikan kepada penderita yang tidak memerlukan makanan khusus berhubung dengan penyakitnya. Susunan makanan sama dengan makanan orang sehat, hanya tidak diperbolehkan makanan yang merangsang atau yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan. Makanan ini cukup kalori, protein dan zat – zat gizi lain.Tujuan pemberian diet makanan biasa adalah memberikan makanan sesuai kebutuhan gizi untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh. Makanan yang tidak di anjurkan untuk diet makanan biasa adalah makanan yang merangsang, seperti makanan yang berlemak tinggi, terlalu manis, terlalu berbumbu, dan minuman yang mengandung alkohol. Berikut adalah bahan makanan yang diberikan dalam sehari pada makanan biasa.

Tabel 2.1 Bahan Makanan yang diberikan sehari pada Makanan Biasa
Bahan makanan    Berat (gram)    Ukuran rumah tangga
Beras    300    41/2  gelas nasi
Daging    100    2 potong sedang
Telur    50    1 butir
Tempe    100    4 potong sedang
Kacang hijau    25    2 1/2 sdm
Sayuran    200    2 gelas
Buah pepaya    200    2 potong sedang
Gula pasir    25    2 1/2  sdm
Minyak    30    3 sdm
Sumber : Penuntun Diit, 2008
b.    Makanan Lunak
Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan, dan dicerna dibandingkan makanan biasa.Menurut keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa.Makanan lunak diberikan kepada penderita sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu badan tidak terlalu tinggi, dan pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan..Makanan ini mudah dicerna, rendah serat dan tidak mengandung bumbu yang merangsang. Makanan ini cukup kalori, protein dan zat-zat gizi lain.Tujuan diet makanan lunak adalah memberikan makanan dalam bentuk lunak yang mudah ditelan dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan keadaan penyakit.Berikut adalah bahan makanan yang diberikan dalam sehari pada makanan lunak.

Tabel 2.2 Bahan makanan yang diberikan sehari pada Makanan Lunak
Bahan makanan    Berat (gram)    Ukuran rumah tangga
Beras    250    5 gelas nasi tim
Daging    100    2 potong sedang
Telur    50    1 butir
Tempe    100    4 potong sedang
Kacang hijau    25    2 1/2 sdm
Sayuran    200    2 gelas
Buah pepaya    200    2 potong sedang
Gula pasir    50    5  sdm
Minyak    25    2 1/2 sdm
Susu    200    1 gls
Sumber : Penuntun Diit, 2008
c.    Makanan Saring
Makanan saring adalah makanan semipadat yang mempunyai tekstur lebih halus daripada makanan lunak sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna.Makanan saring diberikan kepada penderita sesudah mengalami operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran pencernaan seperti gastroenteritis dan pada pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan.kesukaran menelan. Menurut keadan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada penderita atau merupakan perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.Karena makanan ini kurang serat dan vitamin C, maka sebaiknya diberikan untuk jangka waktu pendek yaitu selama 1-3 hari saja. Tujuan diet makanan saring adalah memberikan makanan dalam bentuk semipadat sejumlah yang mendekati kebutuhan gizi pasien untuk jangka waktu pendek sebagai proses adaptasi terhadap bentuk makanan yang lebih padat. Berikut adalah bahan makanan yang diberikan dalam sehari pada makanan saring.

Tabel 2.3 Bahan makanan yang diberikan sehari pada Makanan  Saring
Bahan makanan    Berat (gram)    Ukuran rumah tangga
Tepung Beras    90    15 sdm
Maezena    15    3 sdm
Daging    100    2 potong sedang
Telur    50    1 butir
Tahu    100    1 buah besar
Kacang hijau    25    2 1/2 sdm
Pepaya    300    3 potong sedang
Margarin    10    1 sdm
Santan    100     1/2 gelas
Gula pasir    60    6 sdm
Gula merah    50    5 sdm
Susu    500    2 1/2 gelas
Sumber : Penuntun Diet, 2008

d.    Makanan Cair
Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.Makanan cair diberikan kepada pasienyang mengalami gangguan mengunyah, menelan, dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah, pasca perdarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah.Makanan dapat diberikan secara oral atau parenteral.Menurut konsistensi makanan, makanan cair terdiri dari 3 jenis yaitu makanan cair jernih, makanan cair penuh, dan makanan cair kental.
Makanan cair jernih adalah makanan yang disajikan dalam bentuk cairan jernih pada suhu ruang dengan kandungan sisa (residu) minimal dan tembus pandang bila diletakkan dalam wadah bening.Jenis cairan yang diberikan tergantung pada keadaan penyakit atau jenis operasi yang dijalani.Makanan cair jernih diberikan kepada pasien sebelum dan sesudah operasi tertentu, keadaan mual dan muntah, dan sebagai makanan tahap awal pasca perdarahan saluran cerna.Nilai gizinya sangat rendah karena hanya terdiri dari sumber karbohidrat.
Makanan cair penuh adalah makanan yang berbentuk cair atau semicair pada suhu ruang  dengan kandungan serat minimal dan “tidak tembus pandang” bila diletakkan dalam wadah bening. Jenis makanan yang diberikan tergantung pada keadaan pasien.Makanan ini dapat langsung diberikan kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan cair jernih ke makanan cair kental. Makanan cair penuh diberikan kepada pasien yang mempunyai masalah untuk mengunyah, menelan, atau ,mencernakan makanan padat, misalnya pada operasi mulut atau tenggorokan, dan/atau pada kesadaran menurun. Makanan ini dapat diberikan melalui oral, pipa, atau enteral (NGT) secara bolus atau drip (tetes).
Makanan cair kental adalah makanan yang mempunyai konsistensi kental atau semipadat pada suhu kamar, yang tidak membutuhkan proses mengunyah dan mudah ditelan. Menurut keadaan penyakit, makanan cair kental dapat diberikan langsung kepada pasien atau merupakan perpindahan dari makanan cair penuh ke makanan saring.Makanan cair kental diberikan kepada pasien yang tidak mampu mengunyah dan menelan, serta untuk mencegah aspirasi (cairan masuk ke dalam saluran nafas), seperti pada penyakit yang disertai peradangan, ulkus peptikum, atau gangguan struktural atau motorik pada rongga mulut.Makanan ini dapat mempertahankan keseimbangan cairan tubuh.
Makanan dan minuman yang boleh diberikan : teh,kopi,kaldu jernih,air bubur kacang hijau,sari buah,sirop dan gula pasir.

f.    Cita Rasa Makanan
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi daya terima makanan pasien di rumah sakit.Lau dan Gregoire tahun 1998 dalam penelitiannya membuktikan bahwa kualitas makanan perlu diperhatikan agar dapat meningkatkan kepuasan pasien.Kualitas makanan merupakan indikator penting terhadap tingkat kepuasan pasien.
Makanan yang mempunyai cita rasa tinggi adalah makanan yang apabila disajikan akan menyebarkan aroma yang lezat, penampilannya menarik dan mempunyai rasa yang enak. Cita rasa makanan terdiri dari dua aspek yaitu penampilan makanan pada saat dihidangkan dan rasa makanan pada waktu makanan itu dimakan (Moehji, 1992).
1.   Penampilan Makanan
Penampilan makanan adalah faktor mutu yang sangat mempengaruhi penampakan suatu produk pangan. Baik bagi makanan yang  tidak diproses maupun bagi makanan yang diproses (dimanufaktur). Makanan yang disajikan dengan menarik akan dipengaruhi oleh beberapa faktor antar lain ukuran, bentuk, tingkat kesukaan, warna, kekentalan dan sebagainya.
a.    Warna makanan
    Warna makanan memegang peranan penting dalam penampilan    makanan, dari warna makanan tersebut dapat dilihat bahwa makanan tersebut masih berkualitas baik atau sudah jelek.Warna juga dapat digunakan sebagai indikator kematangan makanan. Apabila makanan yang dihidangkan tidak menarik maka betapapun lezatnya rasa makanan tersebut, akan dapat menurunkan selera orang yang memakannya.
b.   Besar porsi / ukuran makanan
    Besar porsi makanan yang dihidangkan bukan hanya mempengaruhi penampilan makanan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan yang digunakan.

c.    Tekstur / konsistensi makanan
    Faktor tekstur adalah rabaan oleh tangan, keempukan, mudahnya dikunyah dan sebagainya. Tekstur makanan yang berkonsistensi keras akan memberikan rangsangan yang lambat terhadap panca indera sedangkan yang bertekstur empuk akan mempermudah dalam mengunyah. Tekstur suatu makanan juga ditentukan oleh indera perasa yaitu mulut karena adanya rangsangan fisik yang ditimbulkan.
d.   Bentuk makanan yang disajikan
Bentuk makanan terdiri dari berbagai macam tergantung dari   kebutuhannya. Bentuk makanan yang menarik dan serasi akan mempunyai daya tarik tersendiri bagi orang yang memakannya.
2.   Rasa Makanan
Cita rasa makanan ditentukan oleh indera pengecap dan indera penciuman.Komponen-komponen yang berperan dalam penentuan rasa makanan adalah aroma makanan, bumbu makanan, kerenyahan/tingkat kematangan makanan dan temperatur makanan.
a.    Aroma makanan
Aroma makanan terbentuk karena senyawa yang menguap sebagai akibat dari reaksi enzim.Aroma merupakan rasa dan bau yang sangat subjektif dan sangat sulit untuk di ukur.Aroma yang disebarkan tersebut dapat menarik selera karena merangsang indera penciuman. Faktor aroma dapat berupa bau dan rasa, misalnya rasa manis, asam, pahit, asin, harum dan sebagainya.

b.   Bumbu makanan
    Bumbu masakan akan memberikan cita rasa yang khas sehingga dapat membangkitkan selera yang memakannya. Rasa yang diberikan oleh setiap  jenis bumbu itu akan berinteraksi dengan bahan lain sehingga timbul rasa baru
3.    Tekstur
Tekstur makanan adalah hal yang berkaitan dengan struktur makanan yang dirasakan dalam mulut.Gambaran dari tekstur makanan meliputi krispi, empuk, berserat, halus, keras dan kenyal. Keempukan dan kerenyahan (krispi) ditentukan oleh mutu bahan makanan yang digunakan dan cara memasaknya (Moehji, 1992).
g.    Kebersihan Makanan
Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Menurut WHO, yang dimaksud makanan adalah : “Food include all substances, whether in a natural state or in a manufactured or preparedform, wich are part of human diet.” Batasan makanan tersebut tidak termasuk air, obat-obatan dan substansi-substansi yang diperlukan untuk tujuan pengobatan.
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya :

1. Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki
2. Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
Sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan yang menitik beratkan kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat menganggu atau memasak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, sampai pada saat dimana makanan dan minuman tersebut siap untuk dikonsumsikan kepada masyarakat atau konsumen. Sanitasi makanan ini bertujuan untuk menjamin keamanan dan kemurnian makanan, mencegah konsumen dari penyakit, mencegah penjualan makanan yang akan merugikan pembeli. mengurangi kerusakan/pemborosan makanan. Dalam pengelolaan makanan ada 6 prinsip yang harus di perhatikan yaitu:

1.    Keadaan bahan makanan
Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng, buah, dsb. Bahan makanan yang baik kadang kala tidak mudah kita temui, karena jaringan perjalanan makanan yang begirtu panjangdan melalui jaringan perdagangan yang begitu luas.Salah satu upaya mendapatkan bahan makanan yang baik adalah menghindari penggunaan bahan makanan yang berasal dari sumber tidak jelas (liar) karena kurang dapat dipertanggung jawabkan secara kualitasnya.
2.    Cara penyimpanan bahan makanan
Tidak semua bahan makanan yang tersedia langsung dikonsumsi oleh masyarakat.Bahan makanan yang tidak segera diolah terutama untuk katering dan penyelenggaraan makanan RS perlu penyimpanan yang baik, mengingat sifat bahan makanan yang berbeda-beda dan dapat membusuk, sehingga kualitasnya dapat terjaga. Cara penyimpanan yang memenuhi syarat higiene sanitasi makanan adalah sebagai berikut:
– Penyimpanan harus dilakukan ditempat khusus (gudang) yang bersih dan memenuhi syarat
– Barang-barang agar disusun dengan baik sehingga mudah diambil, tidak memberi kesempatan serangga atau tikus untuk bersarang, terhindar dari lalat/tikus dan untuk produk yang mudah busuk atau rusak agar disimpan pada suhu yang dingin.

3.    Proses pengolahan
Pada proses/cara pengolahan makanan ada tiga hal yang perlu mendapat perhatian yaitu:
-Tempat pengolahan makanan
Tempat pengolahan makanan adalah suatu tempat dimana makanan diolah, tempat pengolahan ini sering disebut dapur. Dapur mempunyai peranan yang penting dalam proses pengolahan makanan, karena itu kebersihan dapur dan lingkungan sekitarnya harus selalu terjaga dan diperhatikan. Dapur yang baik harus memenuhi persyaratan sanitasi.
-  Tenaga pengolah makanan / penjamah makanan
Penjamah makanan menurut Depkes RI (2006) adalah orang yang secara langsung berhubungan dengan makanan dan peralatan mulai dari tahap persiapan, pembersihan, pengolahan pengangkutan sampai penyajian. Dalam proses pengolahan makanan, peran dari penjamah makanan sangatlah besar peranannya. Penjamah makanan ini mempunyai peluang untuk menularkan penyakit.Banyak infeksi yang ditularkan melalui penjamah makanan, antara lain Staphylococcus aureus ditularkan melalui hidung dan tenggorokan, kuman Clostridium perfringens, Streptococcus, Salmonella dapat ditularkan melalui kulit.Oleh sebab itu penjamah makanan harus selalu dalam keadaan sehat dan terampil.
-  Cara pengolahan makanan
Cara pengolahan yang baik adalah tidak terjadinya kerusakan-kerusakan makanan sebagai akibat cara pengolahan yang salah dan mengikuti kaidah atau prinsip-prinsip higiene dan sanitasi yang baik atau disebut GMP (good manufacturing practice).
4.    Cara pengangkutan makanan yang telah masak
Pengangkutan makanan dari tempat pengolahan ke tempat penyajian atau penyimpanan perlu mendapat perhatian agar tidak terjadi kontaminasi baik dari serangga, debu maupun bakteri. Wadah yang dipergunakan harus utuh, kuat dan tidak berkarat atau bocor. Pengangkutan untuk waktu yang lama harus diatur suhunya dalam keadaan panas 600C atau tetap dingi 40C.
5.    Cara penyimpanan makanan masak
Penyimpanan makanan masak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu tempat penyimpanan makanan pada suhu biasa dan tempat penyimpanan pada suhu dingin. Makanan yang mudah membusuk sebaiknya disimpan pada suhu dingin yaitu < 40C.Untuk makanan yang disajikan lebih dari 6 jam, disimpan dalam suhu -5 s/d -10C.
6.    Cara penyajian makanan masak
Saat penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan tersebut terhindar dari pencemaran, peralatan yang digunakan dalam kondisi baik dan bersih, petugas yang menyajikan harus sopan serta senantiasa menjaga kesehatan dan kebersihan pakaiannya (Depkes,2009)

2.1.6   Metode Comstock
Pengamatan konsumsi makanan atau sisa makanan merupakan cara yangsederhana dan sangat penting untuk dievaluasi. Menimbang langsung sisa makanan yangtertinggal di piring adalah metode yang paling akurat, tetapi metode ini mempunyaikelemahan-kelemahan yaitu memerlukan waktu yang banyak, peralatan khusus dan stafyang terlatih, sehingga metode ini tidak mungkin dilakukan untuk penelitian besar. Salahsatu cara yang dikembangkan untuk menilai konsumsi makanan pasien adalah metodetaksiran visual skala Comstock. Metode ini lebih menguntungkan karena mudah dilakukan,tidak mahal dan tidak membutuhkan banyak waktu (Kirks, 1985 dalam Nida, 2011).
Metode taksiran visual dengan menggunakan skala pengukuran dikembangkanoleh Comstock dengan menggunakan skor skala 6 poin dengan kriteria sebagai berikut :
0 :Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)
1 :Jika tersisa ¼ porsi ( hanya 75% yang dikonsumsi)
2 :Jika tersisa ½ porsi ( hanya 50% yang dikonsumsi)
3 :Jika tersisa ¾ porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)
4 :Jika tersisa hampir mendekati utuh (hanya dikonsumsi sedikit atau 5%)
5 : Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)
Skala Comstock tersebut pada mulanya digunakan para ahli biotetik untukmengukur sisa makanan. Untuk memperkirakan berat sisa makanan yang sesungguhnya,hasil pengukuran dengan skala comstock tersebut kemudian dikonversi kedalam persendan dikalikan dengan berat awal. Hasil dari penelitian tersebut juga menunjukkan adanyakorelasi yang kuat antara taksiran visual dengan persentasi sisa makanan(Comstock,1981).
Metode taksiran visual mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan darimetode taksiran visual antara lain waktu yang diperlukan relatif cepat dan singkat, tidakmemerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan dapat mengetahui sisamakanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara laindiperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuanmenaksir dan pengamatan yang tinggi dan sering terjadi kelebihan dalam menaksir (overestimate) atau kekurangan dalam menaksir (under estimate) (Comstock, 1981).
3.2    Penelitian yang relevan
Rizani (2013) dalam penelitian tesis yang dilakukan terhadap 42pasien dewasa di ruang rawat inapRS Bhayangkara Palembang, didapatkan bahwa sebagian besar pasien meninggalkan sisa makanan dalam kategori banyak (61,90%).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nida (2011) di Rumah Sakit JiwaSambang Lihum, rata-rata sisa makanan pasien bersisa banyak (> 25%) pada jenis makanan sayur yaitu sebesar 67,8%, lauk hewani bersisa 52,2% dan lauk nabati bersisa 50,8%
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan olehDian (2011)  di Rumah Sakit Puri Cinere Depok menunjukkan bahwa persentase sisa makanan 21,4% dengan sisa terbanyak makan siang 24,86% dan sisa sayur 29,22%.
Penelitian Indah (2013) menyatakan sisa makanan pada kelompok dewasa tengah paling tinggi dengan rata- rata sisa sebesar 19,4%. Rata-rata sisa makanan pada laki-laki lebih rendah (14,9%) daripada perempuan (16,0%). Persentase sisa makanan contoh yang tamat Sekolah Dasar (SD) lebih besar (18, 63%) dibandingkan contoh yang tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang masing-masing besarnya 10,47% dan 13,74%. Sisa makanan berdasarkan jenis penyakit, yang tertinggi pada penyakit hati/liver yaitu sebesar 23,81% kemudian menyusul fraktur (17,64%) dan DBD (17,09%). Rata-rata sisa makanan berdasarkan jenis diet yaitu diet halus (24,99%), diet lunak (16,46%), dan diet biasa (12,38%). Sisa makanan pada makan siang lebih tinggi (17,23%) dibandingkan makan pagi (15,59%) dan makan sore (13,99%).
.
3.3    Kerangka Teori
Berdasarkan teori yang sudah diungkapkan di atas, untuk kerangka teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi sisa makanan dan kepuasan pasien terhadap makanan yang diberikan  di ruang rawat inap RSUD Kabupaten Bekasi tahun 2015 sebagai berikut:

  Sunita Almatsier(1992)

    Sjahmien Moehji (1999)

    Miranti Gutawa (2013)


Sumber :Persepsi pasien Terhadap makanan di Rumah Sakit. Gizi Indonesia, 1992
    Konsep “Better Hospital Food”, 2013
    Pengaruh Makanan dan Diit Untuk Penyembuhan Penyakit, 1999

Posting Komentar

0 Komentar

by Adsterra

byAdsterra