Wikipedia

Hasil penelusuran

Ads by adsterra

Cari Blog Ini

Social ads

Translate

Google Tag Manager

AdSense

Pages

AdSense

HUBUNGAN STATUS GIZI BALITA, RIWAYAT PERSALINAN TERHADAP KEJADIAN PNEMONIA BALITA


HUBUNGAN STATUS GIZI BALITA, RIWAYAT PERSALINAN 
TERHADAP KEJADIAN PNEMONIA BALITA

 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Pneumonia
2.2.1 Definisi Pneumonia
Terjadinya pneumonia pada anak sering kali bersamaan dengan proses infeksi akut pada bronkus biasa disebut bronkopneumonia.
Pneumonia merupakan infeksi yang menyebabkan paru - paru meradang, kantung-kantung udara dalam paru yang disebut alveoli dipenuhi nanah dan cairan, sehingga kemampuan  menyerap oksigen menjadi kurang. Kekurangan oksigen membuat sel-sel tubuh tidak bekerja, selain itu dapat terjadi penyebaran keseluruh tubuh,Pneumoniajuga dapat menyebabkan kerusakan total pada jaringan  paru-paru.
Pneumonia yang tidak diobati dalam waktu lama akan menjadi pneumoniayang lebih berat sehingga dapat menimbulkan komplikasi seperti abses paru, gagal nafas, pneumotorak dan sepsis (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003). Pada stadium  lanjut akan menimbulkan timbunan cairan pada selaput paru-paru yang dikenal dengan “plurel effusion[10].
Di seluruh dunia menurut Mardjanis, setiap  tahun diperkirakan terjadi lebih dari 2 juta kematian balita karena pneumonia. WHO memperkirakan  kejadian  pneumonia di negara dengan  angka kematian bayi diatas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15 % - 20 % pertahun pada golongan usia balita.[11]

2.2.2 Etiologi Pneumonia
Etiologi pneumonia umumnya adalah bakteri, yaitu Streptococcus pneumoniae dan Haemophillus influenzae. Pada bayi dan anak kecil ditemukan Staphylococcus aureus sebagai penyebab pneumonia yang berat, serius dan sangat progresif dengan mortalitas tinggi.
Etiologi pneumonia pada balita sulit untuk ditegakkan karena dahak sukar diperoleh. Sedangkan prosedur pemeriksaan imunologi belum memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan adanya bakteri sebagai penyebab pneumonia. Hanya biakan spesimen pungsi atau aspirasi paru serta pemeriksaan spesimen darah yang dapat diandalkan untuk membantu menegakkan diagnosis pneumonia
Tabel 2.1
Klasifikasi Pneumonia pada Anak Menurut Etiologi Pnemonia
Jenis
Mikroorganisme
1.     Bakteri
Pneumokokus, streptokokus, stafilokokus, Haemophilus influenzae, Pseudomonas aeruginosa.
2.     Virus atau kemungkinan virus
Respiratory syncitial virus, adenovirus, sitomegalovirus, virus influenza.
3.     Pneumonitis interstisialis dan bronkiolitis
Pneumocystis carinii pneumonia, Q fever, Mycoplasma pneumoniae pneumonia, klamidia, dll.
4.     Jamur
Aspergilus, koksidioidomikosis, histoplasma, dll
5.     Aspirasi
Cairan amnion, makanan, cairan lambung, benda asing.
Sumber : [13]
Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut Depkes RI (2005) antara lain:
1.    Status gizi bayi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit.
Klasifikasi status gizi pada bayi berdasarkan Kartu Menuju Sehat adalah :
a.       Gizi Lebih
b.      Gizi Baik
c.       Gizi kurang
d.      Gizi buruk
2.    Riwayat persalinan
       Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm (williams 2013).
3.    Kondisi sosial ekonomi orang tua
       Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan tumbuh yang sehat pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia. Klasifikasi kesejahteraan keluarga adalah :
a.         Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras. dan seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya
b.        Keluarga sejahtera I yaitu keluarga yang kondisi ekonominya baru bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya.
c.         Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian, memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern (BKKBN, 2002).
4.    Lingkungan tumbuh bayi
    Lingkunngan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap terjadinya pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya pencemaran udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang padat (www.infokes.com, 2006).
5.    Konsumsi ASI
       Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI secara eksklusif.

2.2.3 Patofisiologi
Bakteri penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan reaksi jaringan berupa edema, yang mempermudah proliferasi dan penyebaran kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadinya sebukan sel PMN (polimorfonuklear), fibrin, eritrosit, cairan edema dan kuman di alveoli.
Proses ini termasuk dalam stadium hepatisasi merah. Sedangkan stadium hepatisasi kelabu adalah kelanjutan proses infeksi berupa deposisi fibrin ke permukaan pleura. Ditemukan pada fibrin dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang cepat. Dilanjutkan stadium resolusi, dengan peningkatan jumlah sel makrofag di alveoli, degenerasi sel dan menipisnya fibrin, serta menghilangnya kuman dan debris.
2.2.4             Komplikasi dan Bahaya
1.        Komplikasi dari pneumonia antara lain :
a.         Abses kulit
b.        Abses jaringan lunak
c.         Otitis media
d.        Sinusitis
e.         Meningitis purulenta
f.         Perikarditis
g.        Epiglotis kadang ditemukan pada infeksi H. Influenzae tipe
2.        Bahaya dari pneumonia
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotika. Meskipun demikian anak yang menderita radang paru (pneumonia) bila tidak diobati dengan antibiotika dapat mengakibatkan kematian.
2.2.5 Tanda dan Gejala
Secara umum dapat dibagi menjadi :
1.        Manifestasi nonspesifik infeksi dan toksisitas berupa demam, sakit kepala, iritabel, gelisah, malaise, nafsu makan kurang, keluhan gastrointestinal.
2.        Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi sputum, napas cuping hidung, sesak napas, air hunger, merintih dan sianosis. Anak yang lebih besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada.
3.        Tanda pneumonia berupa retraksi (penarikan dinding dada bagian bawah ke dalam saat bernapas bersama dengan peningkatan frekuensi napas), perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, dan ronki.
4.        Tanda efusi pleura atau empisema berupa gerak ekskursi dada tertinggal di daerah efusi, perkusi pekak, fremitus melemah, suara napas melemah, suara napas tubuler tepat diatas batas cairan, friction rub, nyeri dada karena iritasi pleura (nyeri berkurang bila efusi bertambah dan berubah menjadi nyeri tumpul), kaku kuduk/meningismus (iritasi meningen tanpa inflamasi) bila terdapat iritasi pleura lobus atas, nyeri abdomen (kadang terjadi bila iritasi mengenai diafragma pada pneumonia lobus kanan bawah). Pada neonatus dan bayi kecil tanda pneumonia tidak selalu jelas. Efusi pleura pada bayi akan menimbulkan pekak perkusi.
5.        Tanda infeksi ekstrapulmonal.
2.2.6  Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Kelompok Umur
Dalam penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok, yaitu kelompok untuk umur 2 bulan - <5 tahun dan kelompok untuk umur <2 bulan. [15]
Tabel 2.2
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Kelompok Umur
Kelompok Umur
Klasifikasi


2 Bulan - <5 tahun
1.   Pneumonia Berat
2.   Pneumonia
3.   Bukan Pneumonia

<2 Bulan
1.   Pneumonia Berat
2.   Bukan Pneumonia

1.        Klasifikasi Pneumonia Berat
       Klasifikasi Pneumonia Berat berdasarkan adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok usia <2 bulan, klasifikasi Pneumonia Berat ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
2.        Klasifikasi Pneumonia
       Klasifikasi Pneumonia berdasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak usia 1 - <5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit.
3.        Klasifikasi Bukan Pneumonia
       Klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup kelompok penderita Balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar Pneumonia seperti batuk pilek bukan Pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsillitis, dan otitis). [16]
Tabel 2.3
Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Kelompok Umur
Usia
Pneumonia Berat
Pneumonia
Bukan Pneumonia
2 bln - <5 tahun

Didasarkan pada adanya tanda bahaya umum, adanya tarikan dinding dada ke dalam atau stridor.


Didasarkan pada adanya batuk, sesak napas, dan napas cepat dengan frekuensi diatas 40 kali per menit.

Yaitu batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam klasifikasi bukan pneumonia mencakup penyakit ISPA lain diluar pneumonia seperti batuk pilek bukan pneumonia.
<2 bulan
Ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam.
Didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernapas dengan frekuensi napas 50 kali per menit.

Sumber : (Menkes RI, 2005)

2.2.7   Klasifikasi Pneumonia Klinis Menurut Nelson (2000)
1.        Pneumonia akibat Virus
       Virus penyebab pneumonia yang paling lazim adalah virus sinsitial pernapasan respiratory syncitial virus (RSV), parainfluenzae, influenzae dan adenovirus. Pada umumnya, infeksi virus saluran pernapasan bawah jauh lebih sering selama berbulan-bulan musim dingin dan RSV merupakan virus yang paling lazim yang menyebabkan pneumonia, terutama selama masa bayi. Walaupun sifat musiman agen virus ini sangat meramalkan, epidemic local dapat membelokkan gambaran insiden pada tahun tertentu, jenis dan keparahan penyakit dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan penduduk. Dimana angka serangan puncak adalah dalam tahun pertama, angka serangan puncak untuk pneumonia virus adalah antara umur 2 dan 3 tahun dan sedikit turun sesudahnya.
       Manifestasi klinis, kebanyakan virus pneumonia didahului gejala-gejala pernapasan beberapa hari, termasuk rhinitis dan batuk. Seringkali karena ada anggota keluarga yang lain sakit. Walaupun biasanya ada demam, suhu biasanya lebih rendah daripada pneumonia bakteri. Takipneu, yang disertai dengan retraksi interkostal, subkostal dan suprasternal, pelebaran cuping hidung dan penggunaan otot tambahan sering ada. Infeksi berat dapat disertai dengan sianosis dan kelelahan pernapasan. Auskultasi dada dapat menampakkan ronki dan mengi yang luas, tetapi ronki dan mengi ini sukar dilokalisasi sumbernya dari suara yang kebetulan ini pada anak yang amat muda dengan dada hipersonor.
2.        Pneumonia Bakteri
       Pneumonia bakteri selama masa anak tidak merupakan infeksi yang lazim, bila tidak ada penyakit kronis yang mendasari, seperti kistik fibrosis atau defisiensi imunologi. Kejadian yang paling sering mengganggu mekanisme pertahanan paru adalah infeksi virus yang mengubah sifat-sifat sekresi normal, menghambat fagositosis, mengubah flora bakteri, dan mungkin sementara mengganggu lapisan epitel saluran pernapasan normal. Penyakit virus pernapasan sering mendahului perkembangan pneumonia bakteri beberapa hari.
3.        Pneumonia Pneumokokus
Patogenesis, organisme pneumokokus mungkin diaspirasi ke dalam perifer paru dari jalan napas atas atau nasofaring. Pada mulanya, edema reaktif terjadi yang mendukung proliferasi organisme yang membantu dalam penyebarannya ke dalam bagian paru yang berdekatan. Biasanya satu lobus atau lebih, atau bagian-bagian dari lobus, terlibat, tidak melibatkan sisa sistem bronkopulmonal. Manifestasi klinis, riwayat klasik dingin menggigil yang disertai dengan demam tinggi, batuk dan nyeri dada.
       Pada Bayi, infeksi saluran pernapasan atas, ditandai dengan hidung tersumbat, rewel dan nafsu makan kurang, biasanya mendahului mulainya pneumonia pneumokokus pada bayi. Sakit ringan ini yang berakhir beberapa hari lamanya dengan mulainya mendadak demam 390C atau lebih tinggi, gelisah, ketakutan dan distres pernapasan. Penderita tampak sakit dengan megap-megap sedang sampai berat dan sering sianosis. Distres pernapasan ditampakkan dengan mendengkur (grunting) pelebaran cuping hidung, retraksi daerah supraklavikuler, interkostal dan subkostal, takipneu dan takikardia.
       Pada Anak, tanda dan gejalanya serupa dengan tanda dan gejala orang dewasa. Sesudah infeksi pernapasan atas ringan, sebentar, sering mulai merasa dingin menggigil yang disertai dengan demam setinggi 40,50C. Demam ini disertai dengan perasaan mengantuk dengan sebentar-sebentar gelisah, pernapasan cepat, batuk kering pendek, tidak produktif, cemas dan kadang-kadang delirium (mengigau)mungkin ada sianosis sekeliling mulut, penemuan kelainan dada termasuk cuping hidung, perkusi redup hilangnya fremitus palpasi dan vocal, suara pernapasan hilang, dan ronki halus serta krepitasi sisi yang terkena.
4.        Pneumonia Streptokokus
Streptokokus group A paling sering menyebabkan penyakit yang terbatas pada saluran pernapasan atas, tetapi organisme dapat menyebar ke daerah tubuh yang lain, termasuk saluran pernapasan bawah. Pneumonia dan trakeobronkitis streptokokus yang tidak lazim, tetapi infeksi virus tertentu, terutama infeksi yang menimbulkan eksantema dan influenza epidemic, kecenderungan untuk penyakit ini, yang ditemukan paling sering pada anak usia 2-5 tahun dan pada bayi amat jarang.
Patologi, infeksi streptokokus saluran bawah menghasilkan trakeitis, bronkhitis, atau pneumonia interstitial. Pneumonia lobar tidak lazim, lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan ulkus yang compang-camping dan sejumlah besar eksudat, edema dan perdarahan terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan vasa limfatika. Pleuritis relatif sering, efusi sering banyak serosa, dengan lebih sedikit fibri daripada eksudat pneumonia pneumokokus.
Manifestasi klinis, tanda-tanda dan gejala pneumonia streptokokus serupa dengan tanda dan gejala pneumonia pneumokokus. Mulainya mungkin mendadak, ditandai dengan demam tinggi, menggigil, tanda-tanda distres respirasi dan kadang-kadang kelemahan yang berat. Namun kadang-kadang dapat lebih tersembunyi, dan anak tampak hanya sakit ringan, dengan batuk dan demam ringan. Jika eksantem atau influenzae mendahului pneumonia, mulainya dapat terlihat hanya sebagai perjalanan klinis penyakit virus yang semakin berat.
5.        Pneumonia Stafilokokus
Pneumonia yang disebabkan oleh S. Aaureus adalah berat dan infeksi dengan cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang tinggi, kecuali kalau diketahui awal dan diobati dengan tepat. Pneumonia ini terjadi kurang sering dibanding dengan pneumonia pneumokokus atau virus, dan lebih sering terjadi pada bayi daripada pada anak.
Patogenesis dan patologi, stafilokokus menyebabkan penggabungan bronkopneumonia yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi daripada yang lain dan ditandai oleh adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan daerah kaverna tidak teratur. Permukaan pleura biasanya ditutup dengan lapisan tebal eksudat fibrinopurulen. Abses multipel terjadi, berisi kelompok-kelompok stafilokokus, leukosit, eritrosit dan puing-puing (debris) nekrotik. Robekan abses subpleura kecil dapat berakibat piopneumothorak, yang selanjutnya dapat erosi ke dalam bronkus, menghasilkan fistulabronkopleura.
Manifestasi klinis, penderita yang paling sering adalah bayi umur kurang dari 1 tahun, sering dengan riwayat tanda dan gejala infeksi saluran atas selama beberapa hari sampai 1 minggu, mendadak keadaan bayi berubah dengan mulai panas tinggi, batuk dan bukti adanya distres pernapasan. Tanda dan gejalanya adalah takipneu, pernapasan mendengkur retraksi sternum dan subkosta, pelebaran cuping hidung, sianosis dan kecemasan. Beberapa bayi mempunyai gangguan penyerta saluran pencernaan, ditandai dengan muntah, anoreksia, diare dan kembung akibat ileus paralitik.
6.        Pneumonia Haemophilus Influenzae
Haemophillus influenzae tipe B sering merupakan penyebab infeksi bakteri yang serius pada bayi dan anak yang belum mendapat vaksin Haemophillus. Infeksi nasofaring mendahului hampir semua variasi penyakit H. influenzae terlokalisasi, seperti epiglottis, pneumonia dan meningitis. Dalam frekuensi pneumonia adalah kedua hanya terhadap meningitis pada anak dengan penyakit H. influenzae invasif, kebanyakan kasus terjadi selama musim dingin dan musim semi.
Manifestasi klinis, pneumonia Haemophillus influenzae penyebarannya biasanya lobar tetapi tidak ada tanda rontgenenogram dada yang khas. Terjadi infiltrate segmental, keterlibatan lobus tunggal atau multipel, efusi pleura dan pneumatokel. Penyakit paru dan pneumonia menyebar juga telah diuraikan. Secara patologis, daerah yang terlibat menunjukkan reaksi radang polimorfonuklear atau limfosit dengan penghancuran epitel saluran pernapasan yang lebih kecil yang luas, radang interstisial dan edema yang sering mencolok hemorhagik.
2.2.7 Faktor-Faktor Yang Berisiko TerjadinyaPneumonia
Ada tiga Faktor risiko yang meningkatkan insiden (morbiditas) maupun kematian (mortalitas) akibat Pneumonia yaitu :
1.        Risiko Pasti (definite) :
a.          Malnutrisi
b.         BBLR
Berat badan lahir rendah menentukan pertumbuhan dan perkembanganfisik dan mental pada masa Balita. Bayi dengan BBLR mempunyai risiko  kematian yang lebih besar dibandingkan dengan bayi dengan berat lahir normal terutama pada bulan bulan pertama kelahiran karena pembentukan zat kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi terutama pneumonia dan infeksi saluran pernafasan lainnya. Bayi dengan BBLR menunjukkan kecendrungan untuk lebih rentan menderita penyakit infeksi dibandingkan bayi dengan berat badan lahir normal, hal tersebut merupakan penyebab tingginya angka kematian bayi (Elizawarda, 2004).
c.         Tidak ASI Eklusif
       ASI merupakan makanan alami terbaik bagi bayi. Selain komposisinya yang mampu memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga usia 6 bulan pertama (ASI ekslusif), kandungan kolostrum yang dimiliki ASI dipercaya memberikan proteksi terhadap saluran nafas terutama pneumonia. Bayi yang diberi ASI eksklusif akan lebih sehat dan jarang sakit di bandingkan dengan bayi yang tidak mendapat ASI ekslusif, terutama berperan penting dalam menurunkan angka kesakitan (morbiditas) bahkan kematian (mortalitas) pada bayi. 
d.        Tidak Dapat Imunisasi Campak
       Cakupan imunisasi akan berperan besar dalam upaya pemberantasan pneumonia.Cara yang paling efektif saat ini adalah dengan pemberian imunisasi DPT dan Campak. Pemberian imunisasi Campak dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 11%, imunisasi DPT dapat mencegah kematian pneumonia sekitar 6%.
e.         Polusi Udara Dalam Rumah 
f.         Kepadatan
Kepadatan hunian dalam rumah menurut keputusan menteri kesehatan nomor 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang minimal menempati luas rumah 8m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas.
Keadaan tempat tinggal yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Penelitian menunjukkan ada hubungan bermakna antara kepadatan dan kematian dari bronkopneumonia pada bayi, tetapi disebutkan bahwa polusi udara, tingkat sosial, dan pendidikan memberi korelasi yang tinggi pada faktor ini. Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, kepadatan hunian dalam rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita dengan besar risiko 5,95 kali lebih besar.
g.        Riwayat persalinan
       Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm (williams 2013).
2.        Risiko Hampir Pasti (likely) :
a.         Asap Rokok
Asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi tinggi dapat merusak mekanisme pertahan paru sehingga akan memudahkan timbulnya ISPA. Hal ini dapat terjadi pada rumah yang keadaan ventilasinya kurang dan dapur terletak di dalam rumah, bersatu dengan kamar tidur, ruang tempat bayi dan anak balita bermain. Hal ini lebih dimungkinkan karena bayi dan anak balita lebih lama berada di rumah bersama-sama ibunya sehingga dosis pencemaran tentunya akan lebih tinggi.
b.        Defisiensi Zinc
Dari hasil analisa yang dilakukan, defisensi zinc menjadi penyebab kematian pada sejumlah 453.207 balita (4,4 % kematian anak) dan 1,2% dari beban penyakit (3,8% pada anak rentang usia 6 bulan hingga 5 tahun) pada 3 benua ini pada tahun 2004.
Dari total jumlah kematian tersebut, 260.502 terjadi di Afrika, 182.546 di Asia dan 10.159 di Amerika latin. Defisiensi zinc menjadi penyebab menjadi penyumbang sebesar 14,4 % kematian pada diare, 10,4 % kematian malaria dan 6,7 % kematian pneumonia pada anak usia 6 bulan hingga 5 tahun.
Hasil analisa ini menyimpulkan bahwa defisiensizinc menjadi penyumbang penting pada angka kesakitan dan kematian khususnya pada kasus diare. Pemberian zincpada diare anak merupakan cara terbaik untuk memperbaiki risiko morbiditas dan mortalitas khususnya bagi mereka yang telah ada defisiensi zinc sebelumnya.
c.         Kemampuan Ibu Merawat
d.        Penyakit Penyerta (Diare dan Asma) 
3.         Kemungkinan Faktor Risiko (possible) :
a.         Pendidikan Ibu
       Menurut Notoadmodjo yang dikutip oleh Nainggolan (2008) menyatakan bahwa orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah memahami arti dan pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan. Menurut penelitian yang dilakukan Sibarani (1996), seseorang yang berpendidikan lebih tinggi cenderung bertindak lebih baik.
b.        Kelembaban
       Kelembaban adalah banyaknya uap air yang terkandung dalam udara yang biasanya dinyatakan dalam persen.
Faktor faktor kelembaban udara meliputi :



1)    Keadaan bangunan
a)    dinding
      Air hujan masuk dan meresap melalui poripori dinding sehingga akan mengakibatkan kelembaban udara dalam ruangan.
2)    Iklim dan cuaca
       Kelembaban udara secara menyeluruh dipengaruhi oleh iklim dan cuaca.
Syarat-syarat kelembaban yang memenuhi standar kesehatan adalah sebagai berikut :
a)        Lantai dan dinding harus kering
b)        Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70%
                  Alat yang digunakan untuk mengukur kelembaban adalah Higrometer, digantung pada papan yang terbuat dari kayu kemudian dapat dilihat berapa angka kelembaban yang tertera pada alat tersebut kemudian melakukan pencataan hasil.
Keterkaitan antara kelembaban dan penyakit pneumonia adalah saling berpengaruh terhadap kejadian pneumonia. Kelembaban ini sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan etiologi pneumonia yang berupa virus, bakteri dan jamur. Faktor etiologi tersebut dapat tumbuh dengan baik jika kondisi optimal. Penghuni ruangan biasanya akan mudah menderita sakit infeksi saluran nafas karena situasi tersebut.
c.         Udara Dingin
d.        Defisiensi Vitamin A
       Pada kasus kekurangan vitamin A, fungsi kekebalan tubuh menurun sehingga mudah terserang infeksi. Lapisan sel yang menutupi trakheadan paru mengalami keratinisasi sehingga mudah dimasuki oleh kumandan virus yang menyebabkan infeksi saluran nafas terutama pneumonia.
e.         Polusi Udara Luar
f.         Urutan Kelahiran Dalam Keluarga
g.        Kemiskinan.
Menurut penelitian yang dilakukan Kamagi tahun 2009, balita yang memiliki keluarga dengan kategori keluarga sejahtera III memiliki risiko 0,051 dan 0,136 kali lebih kecil untuk terkena pneumonia daripada balita yang memiliki keluarga dengan kategori keluarga sejahtera I dan II.
2.2.8  Indikator dan cara ukur  Pnemonia

Tabel 2.4
Indikator dan cara ukur  Pnemonia
Variabel
Indikator
Cara ukur

1.      Pnemonia berat
       pada anak usia 2 bulan - <5 tahun, ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing), yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
2.       Pnemonia
        Kesukaran bernapas disertai adanya napas cepat sesuai umur. Batas napas cepat (fast breathing) pada anak usia 2 bulan - <1 tahun adalah 50 kali atau lebih per menit dan untuk anak usia 1 - <5 tahun adalah 40 kali atau lebih per menit.
3.      Bukan pnemonia
 Balita dengan batuk yang tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dengan demikian klasifikasi Bukan Pneumonia mencakup penyakit-penyakit ISPA lain di luar Pneumonia seperti batuk pilek bukan Pneumonia (common cold, pharyngitis, tonsillitis, dan otitis).
-    Stetoskop
-    Jam


2.3    Riwayat Persalinan
2.3.1        Pengertian Persalinan
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran  janin, plasenta dan ketuban  beserta selaputnya dari dalam uterus ke luar uterus
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan di mulai sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap.
1.        Bentuk-bentuk persalinan menurut Sulistyawati ( 2010 ) adalah :
a.         Persalinan spontan adalah persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri, melalui jalan lahir ibu tersebut.
b.        Persalinan buatan adalah proses persalinan dengan bantuan tenaga dari luar misalnya ekstraksi forseps atau dilakukan SC.
c.         Persalinan Anjuran adalah persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin atau prostalglandin.
2.        Partus menurut umur kehamilan menurut  Hidayat (2010) yaitu :
a.         Abortus/ keguguran
       Pengeluaran buah kehamilan antara 22 minggu  atau bayi dengan berat badan kurang dari 500 gram.
b.        Partus Immaturus
       Persalinan dari hasil konsepsi pada kehamilan 22-28 minggu atau bayi dengan berat badan antara 500 gram dan 999 gram.
c.         Partus prematurus
       Pengeluaran buah kehamilan antara 28 dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan antara 1000 gram dan 2499 gram.
d.        Partus Maturus atau aterme
       Pengeluaran buah kehamilan antara 37 minggu dan 42 minggu atau bayi dengan berat badan 2500 gram atau lebih.
e.         Partus postmaturus atau serotinus
       Pengeluaran buah kehamilan setelah kehamilan 42 minggu. Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm.

A.      Pembagian Persalinan
1.        Persalinan Berdasarkan Teknik
a.         Persalinan Spontan, adalah persalinan yang berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b.         Persalinan buatan, adalah persalinan dengan tenaga dari luar dengan ekstaksi forceps, ekstrasi vakum dan sectio sesaria.
c.         Persalinan anjuran, adalah persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin
2.        Persalinan berdasarkan Umur Kehamilan
a.         Abortus (keguguran) adalah terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup (viable), berat janin ± 500 gram, usia kehamilan dibawah 22 minggu.
b.         Partus Immaturus adalah penghentian kehamilan sebelum janin viable atau berat janin antara 500 – 1000 gram dan usia kehamilan antara 22 sampai dengan 28 minggu.
c.         Persalinan Prematurus adalah persalinan dari konsepsi pada kehamilan 26 – 36 minggu, janin hidup tetapi premature, berat janin antara 1000 – 2500 gram.
d.        Persalinan Mature atau aterm (cukup bulan) adalah persalinan pada kehamilan 37 – 40 minggu, janin mature, berat badan diatas 2500 gram.
e.         Persalinan postmaturus (serotinus) adalah persalinan yang terjadi 2 minggu atau lebih dari waktu persalinan yang ditafsirkan.
f.          Persalinan Presipitatus adalah persalinan yang berlangsung cepat yang bisa terjadi di kamar mandi, di atas becak dan sebagainya.
g.         Persalinan Percobaan adalah suatu penilaian kemajuan persalinan untuk memperoleh bukti tentang ada atau tidaknya Chepalo Pelvic Disproportion (CPD).



B.       Sebab – Sebab Mulainya Persalinan
1.    Penurunan kadar progesteron
       Menurunnya kadar progesteron pada akhir kehamilan memicu timbulnya his dan menyebabkan membukannya servik uteri. Blood show yang keluar akibat dilatasi cervik ini merupakan tanda kala I persalinan.
2.    Teori oksitosin
       Kadar oksitosin bertambah pada akhir kehamilan juga dapat merangsang timbulnya kontaksi uterus.
3.    Keregangan otot – otot rahim
       Pada akhir kehamilan otot – otot rahim semakin meregang karena diisi oleh janin yang berat dan ukurannya semakin bertambah. Analog bila kandung kemih dan lambung, bila dindingnya teregang karena isinya penuh, maka timbul kontraksi untuk mengeluarkan isinya.
4.    Pengaruh janin
       Kelenjar suprarenal dan hipofise janin memegang peran terhadap timbulnya persalinan. Pada janin anencephalus kehamilan sering lebih lama karena  janin tidak mempunyai hipofise.
5.    Teori prostaglandin
       Terjadinya peninngkatan prostaglandin pada akhir kehamilan dan pada saat inpartu. Prostaglandin yang dihasilkan oleh desidua dapat menimbulkan kontraksi myometrium.
6.    Berkurangnya nutrisi pada janin
       Pada akhir kehamilan plasenta mulai menjadi tua dan mengalami degenerasi. Hal ini akan menggangu sirkulasi utero plasenta sehingga janin akan kekurangan suplai nutrisi. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan.
7.    Tekanan pada ganglion servikalis
       Tekanan pada ganglion servikalis dari pleksus frankenhauser yang terletak dibelakang servik oleh kepala janin akan memicu timbulnya kontaksi uterus.
       Persalinan juga dapat dimulai dengan (induction of labor) cara – cara berikut :
a.         Merangsang pleksus frankenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis servikalis
b.         Memecahkan ketuban
c.         Menyunntikkan oksitosin (sebaiknya dilakukan secara intravena melalui tetesan infus)
d.        Pemakaian prostaglandin
Induksi persalinan sebaiknya dilakukan bila serviks sudah matang (serviks sudah mulai pendek dan lembek) dan kanalis servikalis sudah terbuka untuk 1 atau 2 jari.
C.      Tahapan Persalinan.
1.    Kala I (Kala pembukaan )
       Kala I disebut juga kala pembukaan karena pada kala ini terjadi pembukaan serviks dari 1 sampai 10 cm (pembukaan lengkap). Proses pembukaan serviks dari 0 sampai dengan 10 cm dibagi ke dalam 2 fase yaitu :
a.         Fase Laten : pembukaan terjadi sangat lambat yaitu dari 0 sampai 3 cm dan berlangsung sekitar 8 jam.
b.         Fase Aktif : berlangsung sekitar 6 jam, pembukaan serviks dari 4 sampai dengan 10 cm. Fase aktif dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu:
1)        Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 3 cm menjadi 4 cm.
2)        Fase dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan dari 4 cm menjadi 9 cm.
3)        Fase deselerasi, berlangsung selama 2 jam, pembukaan kembali melambat dari 9 cm menjadi 10 cm atau pembukaan lengkap.
       Pengisian partograf dimulai ketika memasuki fase aktif yaitu dari pembukaan 4 cm. Kala I berakhir bila pembukaan serviks sudah lengkap atau 10 cm.
2.    Kala II (Kala pengeluaran)
       Kala II dimulai dari pembukaan lengkap dan berakhir sampai dengan lahirnya bayi.
3.        Kala III (Kala uri)
       Kala III dimulai setelah lahirnya bayi sampai dengan lahirnya plasenta. Pelepasan plasenta biasanya berlangsung selama 6 sampai dengan 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
4.        Kala IV (Kala pengawasan)
       Kala IV dimulai dari lahirnya plasenta sampai dengan 2 jam post partum. Kala IV disebut kala pengawasan karena pada kala ini ibu post partum perlu diawasi tekanan darahnya, suhu tubuh dan jumlah pendarahan yang keluar melalui vagina.
D.      Mekanisme Persalinan Normal 
Mekanisme persalinan normal terdiri dari:
1.        Penurunan Kepala, terjadi selama proses persalinan karena daya dorong dari kontraksi uterus yang efektif, posisi, serta kekuatan meneran dari pasien.
2.        Engagement (penguncian), tahap penurunan pada waktu diameter biparietal dari kepala janin telah melalui PAP.
3.        Fleksi, fleksi menjadi hal terpenting karena diameter kepala janin terkecil dapat bergerak masuk panggul sampai ke dasar panggul.
4.        Putaran  paksi dalam, putaran internal dari kepala janin akan membuat diameter  anteroposterior dari kepala janin menyesuaikan diri dengan anteroposterior dari panggul.
5.        Lahirnya kepala dengan ekstensi, bagian leher belakang di bawah oksiput akan bergeser kebawah simphisis pubis dan bekerja sebagai titik poros (hipomoklion). Uterus yang berkontraksi kemudian memberikan tekanan tambahan di kepala yang menyebabkannya ekstensi lebih lanjut saat lubang vulva. Vagina membuka lebar
6.        Restitusi adalah perputaran kepala sebesar 45° baik ke kanan atau ke kiri, bergantung kepada arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi oksiput anterior
7.        Putaran paksi luar, putaran ini terjadi bersamaan dg putaran internal dari bahu. Pada saat kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami perputaran dalam arah yang sama dg kepala janin.
8.        Lahirnya bahu & seluruh anggota badan bayi, bahu posterior akan menggembungkan perineum dan kemudian dilahirkan dg cara fleksi lateralis. Setelah bahu dilahirkan, seluruh tubuh janin lainnya akan dilahirkan.
E.       Penyulit Dalam Persalinan
1.    Penyulit Kala I dan Kala II
a.     Kelainan Presentasi dan Posisi
1)        Presentasi puncak kepala.
2)        Presentasi dahi.
3)        Presentasi muka
4)        Posisi oksipitalis posterior persisten.
b.   Kelainan tenaga atau his
1)        His hipotonik
2)        His hipertonik
3)        His yang tidak terkoordinasi
c.     Distosia Kelainan alat kandungan
d.    Distosia kelainan letak janin
1)        Bayi besar, berat badan lebih dari 4000 gr.
2)        Hydrocephalus, peningkatan jumlah cairan serbrospinal
3)        Anecephalus, tidak adanya tulang tengkorak
4)        Kembar siam, anak kembar yang kedua tubuhnya bersatu.
5)        Gawat janin atau fetal distress, karena kekurangan oksigen
e.     Distosia kelainan jalan lahir
1)        Kesempitan pintu atas panggul
2)        Kesempitan pintu tengah panggul
3)        Kesempitan pintu bawah panggul
2.    Penyulit kala II dan IV
a.         Atonia uteri, uterus gagal berkontaksi setelah persalinan
b.         Retensio plasenta, plasenta tidak lahir 30 menit setelah persalinan
c.         Emboli air ketuban
d.        Robekan jalan lahir
e.         Inversio uteri, bagian atas uterus memasuki cavum uteri
f.          Perdarahan kala IV
g.         Syok obstetrik
F.       Asuhan Persalinan Normal
       Untuk menilai dan mengetahui apakah proses persalinan normal serta tidak ada komplikasi pada saat setelah proses persalinan, penatalaksanaan persalinan harus dilaksanakan seperti APN yang terlampir.



2.3.2      Persalinan Preterm
Persalinan preterm biasanya didefinisikan sebagai kontraksi regular disertai perubahan pada serviks yang terjadi pada usia kehamilan kurangdari 37 minggu. Definisi ini digunakan oleh WHO dan FIGO berdasarkan pada analisa statistik distribusi usia kehamilan saat persalinan,berdasarkan pada hari pertama periode menstruasi terakhir. Meskipun begitu, konsep ini harus dibedakan dengan ‘prematuritas’ yang menyatakan kurang berkembangnya berbagai sistem organ (terutama paru yang mengakibatkan sindrom distress pernafasan) pada saat kelahiran.Persalinan preterm spontan terjadi sebanyak 40-50% pada persalinan preterm, dan sisanya 25-40% diakibatkan oleh ketuban pecah dini preterm (PPROM) dan 20-25%persalinan preterm atas indikasiobstetrik.[27]Sarwono 2010
1.    Etiologi
Persalinan preterm diduga sebagai sebuah sindrom yang dipicuoleh berbagai mekanisme, termasuk infeksi atau inflamasi, iskemikutero plasenta atau perdarahan, overdistensi uterus, stres dan proses imunologi lainnya. Mekanisme pasti masih belum diketahui dengan pasti pada berbagai kasus, sehingga berbagai faktor dihubungkan dengan terjadinya persalinan preterm tetapi jalur mekanismenya masih dicari. Terdapat berbagai penyebab terjadinya persalinan preterm, dimana70% terjadi secara spontan akibat infeksi, PROM, kontraksi idiopatik, kehamilan multipel, disfungsi serviks, perdarahan antepartum, stress dan malnutrisi. Tiga puluh persen persalinan preterm terjadi akibat iatrogenik seperti hipertensi, diabetes dan IUGR. 3Peningkatan jumlah faktor resiko yang diduga memiliki interaksi terhadap timbulnya PPROM. Dikarenakan adanya berbagai faktor resikoyang dapat mengakibatkan inflamasi sistemik, peningkatan stimulasi jalur infeksi inflamasi yang mungkin dapat menjelaskan peningkatan persalinan preterm dengan berbagai faktor resiko. melakukan ulasan dan meta analisa terhadap beberapa jurnal untuk melihat efek merokok pada persalinan preterm dimana disimpulkan bahwa tidak merokoknya ibu pada saat kehamilan akan menurunkan 10% kejadian persalinan preterm, berat badan lahir rendah dan kecenderungan terjadinya asma di kemudian hari.
pada penelitiannya menemukan sebagianbesar kejadian persalinan preterm terjadi tanpa sebab yang jelas (56.6%)sedangkan penyebab jelas lain terbagi menjadi : iskemia uteroplasenta(28.3%), infeksi (13.8%) dan keduanya (1.4%). Pada penelitian ini juga dijumpai, wanita dengan iskemia utero plasenta dan infeksi memiliki outcome perinatal yang lebih buruk dari pada wanita tanpa penyebab yang jelas.
2.    Patogenesis
Patogenesis persalinan preterm belum diketahui dengan pasti dansering tidak jelas apakah persalinan preterm mempresentasikan aktivasi idiopatik awal dari persalinan normal atau merupakan akibat dari mekanisme patologis. Terdapat beberapa teori mengenai inisiasi persalinan, antara lain: (1) penurunan kadar progesteron, (2) inisiasioksitosin, dan (3) aktivasi desidua. 2Teori penurunan progesteron berasal dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya pada domba. Saat mendekati masa persalinan axisfetal adrenal menjadi lebih sensitif terhadap hormon adrenokortikotropin, yang meningkatkan sekresi kortisol. Kortisol janin kemudian merangsang aktivitas trophoblast 17-hydroxylase, yang akan menurunkan sekresi progesteron dan akan berujung pada peningkatan produksi estrogen. Terbaliknya rasio estrogen atau progesteron ini akan menyebabkan terbentuknya prostaglandin, yang akan menginisiasi kaskade-kaskade yang selanjutnya akan merangsang terjadinya persalinan. Meskipun mekanisme ini telah ditetapkan pada domba, peranannya pada manusia belum dapat dikonfirmasi. 2Teori terjadinya persalinan kedua melibatkan oksitosin sebagaipemicu terjadinya persalinan. Dikarenakan pemberian oksitosin IV (IntraVenous) meningkatkan intensitas dan frekuensi kontraksi uterus, yang dapat disimpulkan oksitosin memiliki peranan dalam terjadinya persalinan. Oksitosin sebagai pemicu awal dari persalinan, akan tetapi sulit diterima karena 2 alasan : kadar oksitosin dalam darah tidak meningkat sebelum terjadi persalinan dan kadar oksitosin terjadi secara konstan selama kehamilan. Sehingga, meskipun oksitosin memliki perandalam mendukung persalinan, peranannya dalam inisiasi persalinan baik pada aterm ataupun preterm belum ditetapkan. 2Membran yang mengelilingi ruang amnion terdiri dari amnion dan khorion, yang merupakan suatu lapisan yang terdiri dari beberapa tipe sel seperti sel epitel, sel mesenkim dan sel trophoblas yang termasuk dalam matriks kolagen. Lapisan ini menahan cairan amnion dan mensekresi substansi ke cairan amnion dan ke uterus serta melindungi janin dariinfeksi.
Membran biasanya ruptur selama persalinan. Ruptur prematur darimembran janin didefinisikan sebagai rupturnya membran sebelum dimulainya persalinan. Rupture membrane premature sebelum usia kehamilan 37 minggu biasanya disebut sebagai preterm prematurerupture of membrane (PPROM).
Awalnya para dokter menghubungkan rupture membrane dengan stress fisik, terutama yang berhubungan dengan persalinan. Akan tetapi, bukti baru-baru ini menunjukkan bahwa ruptur juga berhubungan denganproses biokimiawi seperti gangguan pada kolagen di matriks ekstraseluler dari amnion dan khorion serta kematian sel yang terprogram dari sel pada membran janin.
Saat ini telah didapatkan bahwa membran janin dan lapisan uterus maternal (desidua) berespon terhadap berbagai stimulus, termasuk peregangan membran dan infeksi saluran reproduktif, dengan memproduksi berbagai mediator inflamasi seperti prostaglandin, sitokindan hormon protein yang mengaktifkan enzim degradasi matriks .
2.3.3             Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu [29].
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
1.    Penyebab
                     Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
a.           Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar 
b.    Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya:
1)    Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
2)   Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah.
3)   Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis dan kekuatan membran menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah
4)    Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja.


c.    Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsangdanletak lintang.
d.    Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
e.    Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaran organisme vagina ke atas. Dua faktor predisposisi terpenting adalah pecahnya selaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
f.     Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yang meyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
g.    Faktor keturunan (ionCu serum rendah, vitamin C rendah dan kelainan genetik).
h.    Riwayat KPD sebelumya.
i.     Kelainan atau kerusakan selaput ketuban.
j.     Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu.
2.    Tanda dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan warna darah bergaris. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila ibu bersalin duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara. Adapun tanda dan gejala yaitu demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
3.        Patofisiologi
Pada kondisi yang normal kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblast, jaringan retikuler korion dan trofoblas, sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh system aktifitas dan inhibisi interleukin -1 dan prostaglandin, tetapi karena ada infeksi dan inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas iL-1 dan prostaglandin, menghasilkan kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerasi kolagen pada selaput korion/amnion, menyebabkan ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan sehingga terjadi ketuban pecah dini
4.        Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis ketuban pecah dini adalah:
a.    Keluarnya air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning atau kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
b.    Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi.
c.    Janin mudah diraba.
d.    Pada periksa dalam sepaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah bersih.
e.    Inspekulo: tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban sudah kering.
5.        Komplikasi
a.    Infeksi.
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini. Pada ibu terjadi Korioamnionitis. Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumoniadan omfalitis. Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. Pada ketuban Pecah Dini premature, infeksi lebih sering dari pada aterm.
b.    Persalinan prematur
Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
c.    Hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air ketuban, janin semakin gawat.
d.    Syndrom deformitas janin
       Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin, serta hipoplasi pulmonal.
6.        Pemeriksaan penunjang
a.    Pemeriksaan leukosit darah: >15.000/ul bila terjadi infeksi.
b.    Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
c.    Amniosentisis.
7.        Pengaruh Ketuban Pecah Dini
a.    Terhadap Janin
Pada saat ibu belum menunjukan gejala-gejala infeksi tetapi janin mungkin sudah terkena infeksi, karena infeksi intrauterin lebih dahulu terjadi (amnionitis, vaskulitis) sebelum gejala pada ibu dirasakan. Jadi akan meninggikan morrtalitas dan morbiditas perinatal.
b.    Terhadap Ibu
Karena jalan telah terbuka, maka dapat terjadi infeksi intrapartum, dan apabila terlalu sering diperiksa dalam. Selain itu juga dapat dijumpai infeksi puerpuralis atau nifas, peritonitis dan septikemia, serta dry-labor. Ibu akan merasa lelah karena terbaring di tempat tidur, partus akan menjadi lama, maka suhu badan naik, nadi cepat dan akan timbul  gejala-gejala infeksi.

8.        Penatalaksanaan
a.         Kaji suhu dan denyut nadi setiap 2 jam. Kenaikan suhu sering kali didahului kondisi ibu yang menggigil.
b.        Lakukan pemantauan DJJ. Pemeriksaan DJJ setiap jam sebelum persalinan adalah tindakan yang adekuat sepanjang DJJ dalam batas normal. Pemantauan DJJ ketat dengan alat pemantau janin elektronik secara kontinu dilakukan selama induksi oksitosin untuk melihat tanda gawat janin akibat kompresi tali pusat atau induksi. Takikardia dapat mengindikasikan infeksi uteri.
c.         Hindari pemeriksaan dalam yang tidak perlu.
d.        Ketika melakukan pemeriksaan dalam yang benar-benar diperlukan, perhatikan hal-hal berikut:
1)   Dinding vagina teraba lebih hangat dari biasa
2)   Bau rabas atau cairan di sarung tangan
3)   Warna rabas atau cairan di sarung tangan
e.         Beri perhatian lebih seksama terhadap penderita agar dapat diperoleh gambaran jelas dari setiap infeksi yang timbul. Sering kali terjadi peningkatan suhu tubuh akibat dehidrasi.

2.3.4  Indikator dan cara ukur  riwayat persalinan
Tabel 2.5
Indikator riwayat persalinan
Variabel
Indikator
Riwayat Persalinan
1. Persalinan spontan
2. Persalinan buatan
3. Persalinan anjuran




2.4  Status Gizi Balita
2.4.1 Definisi Status Gizi
 Status gizi adalah Status gizi status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrient[34]
Menutut Almatsier (2005) status gizi didefinisikan sebagai suatu keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi.
2.4.2  Klasifikasi Status Gizi Balita
Dalam menentukan status gizi balita harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Pengukuran baku antropomentri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS, klasifikasi status gizi dapat dibedakan menjadi empat yaitu:
1.        Gizi lebih (Over weight)
Gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan (Almatsier, 2005). Kelebihan berat badan pada balita terjadi karena ketidakmampuan antara energi yang masuk dengan keluar, terlalu banyak makan, terlalu sedikit olahraga atau keduanya. Kelebihan berat badan anak tidak boleh diturunkan, karena penyusutan berat akan sekaligus menghilangkan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan[35]
2.        Gizi baik (well nourished)
       Status gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin[36]
3.    Gizi kurang (under weight)
       Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat esensial
4.        Gizi buruk (severe PCM)
Gizi buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan nutrisi, atau dengan ungkapan lain status nutrisinya berada di bawah standar rata-rata. Nutrisi yang dimaksud bisa berupa protein, karbohidrat dan kalori. Di Indonesia, kasus KEP (Kurng Energi Protein) adalah salah satu masalah gizi utama yang banyak dijumpai pada balita (Lusa, 2009).
Menurut Depkes RI (2005) Paremeter BB/TB berdasarkan Z-Score diklasifikasikan menjadi :
a.         Gizi Buruk (Sangat Kurus) : <-3 SD
b.        Gizi Kurang (Kurus) : -3SD sampai <-2SD
c.         Gizi Baik (Normal) : -2 SD sampai +2SD
d.        Gizi Lebih (Gemuk) : > +2 SD
Gizi Seimbang adalah susunan makanan sehari–hari yang mengandung zat-zat gizi dalam jenis dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan tubuh, dengan memerhatikan prinsip keanekaragaman atau variasi makanan, aktivitas fisik, kebersihan, dan berat badan (BB) ideal (Koalisi Fortifikasi Indonesia, 2011). Bahan makanan yang dikonsumsi anak sejak usia dini merupakan fondasi penting bagi kesehatan dan kesejahteraannya di masa depan. Dengan kata lain, kualitas sumber daya manusia (SDM) hanya akan optimal, jika gizi dan kesehatan pada beberapa tahun kehidupannya di masa balita baik dan seimbang. SDM berkualitas inilah yang akan mendukung keberhasilan pembangunan nasional di suatu negeri. Secara global, tercapainya keadaan gizi dan kesehatan yang baik serta seimbang ini merupakan salah satu tujuan utama Millennium Develpoment Goals (MDGs) 2015 yang dicanangkan oleh UNICEF [37]
Menurut Koalisi Fortifikasi Indonesia dalam Wahyuningsih 2011, PGS memperhatikan 4 prinsip, yaitu:
a.    Variasi makanan;
b.    Pedoman pola hidup sehat;
c.    Pentingnya pola hidup aktif dan olahraga;
d.    Memantau berat badan ideal.
Prinsip Gizi Seimbang adalah kebutuhan jumlah gizi disesuaikan dengan golongan usia, jenis kelamin, kesehatan, serta aktivitas fisik. Tak hanya itu, perlu diperhatikan variasi jenis makanan. Bahan makanan dalam konsep gizi seimbang ternbagi atas tiga kelompok, yaitu:
a.         Sumber energi/tenaga: Padi-padian, umbi-umbian, tepung-tepungan, sagu, jagung, dan lain-lain.
b.         Sumber zat Pengatur: Sayur dan buah-buahan
c.          Sumber zat pembangun: Ikan, ayam, telur, daging, susu, kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu, oncom,susu kedelai .
2.4.3. Metode Penilaian Status Gizi Balita
1.    Antropometri
Antropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari tubuh manusia, antara lain: umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, lingkar panggul dan tebal lemak dibawah kulit. Ukuran tubuh manusia yang berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Penggunaan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein dan energi . Dari beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan dan lingkar lengan sesuai dengan usia adalah yang paling sering dilakukan dalam survei gizi. Untuk keperluan perorangan di keluarga, berat badan (BB), tinggi badan (TB) atau panjang badan (PB) adalah yang paling dikenal
2.    Klinis
Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ yang
dekat dengan permukaaan tubuh seperti kelenjar tiroid. Penggunaan untuk survei klinis secara cepat.
3.    Biokimia
       Pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratories yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh yang digunakan anatara lain: darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Penggunaan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi .
4.    Biofisik
       Penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat perubahan struktur jaringan. Penggunaan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night blindness) .
5.    Survei konsumsi makanan
Metode penentuan gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Penggunaan dengan pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi barbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu .
6.    Statistic vital
Dengan menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainya yang berhubungan dengan gizi. Penggunaan sebagai bahan indikator tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.[39]
2.4.4      Jenis-jenis Indikator status gizi balita
Masa balita merupakan masa yang menentukan dalam tumbuh kembangnya yang akan menjadikan dasar terbentuknya manusia seutuhnya. Karena itu pemerintah memandang perlu untuk memberikan suatu bentuk pelayanan yang menunjang tumbuh kembang balita secara menyeluruh terutama dalam aspek mental dan sosial. Pertumbuhan dan perkembangan saling mendukung satu sama lain perkembangan seorang anak tidak dapat maksimal tanpa dukungan atau optimalnya pertumbuhan. Misalnya seorang anak yang kekurangan gizi akan mempengaruhi perkembangan mental maupun sosialnya, oleh karena itu keduanya harus mendapat perhatian baik dari pemerintah, masyarakat maupun orang tua. Salah satu indikator untuk melihat pertumbuhan fisik anak adalah dengan melihat status gizi anak dalam hal ini balita. Sebagai alat ukur untuk mengetahui tingkat perkembangan seorang anak dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) .
Semua kejadian yang berhubungan dengan kesehatan anak sejak lahir sampai berumur lima tahun, perlu dicatat dalam KMS, misalnya identitas anak, tanggal lahir dan tanggal pendaftaran, serta penyakit yang pernah dideritanya. KMS berisi pesan-pesan penyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan anak. Sehingga ibu senantiasa membawa KMS pada semua kegiatan kesehatan dan cenderung ingin kontak dengan petugas kesehatan untuk merujuk anaknya. Hal ini dapat digunakan sebagai pengamatan status gizi anak, disamping mempunyai kelebihan maupun kekurangannya
Untuk mengetahui apakah berat badan dan tinggi badan normal, lebih rendah atau lebih tinggi dari yang seharusnya, dilakukan perbandingan dengan suatu standard internasional yang ditetapkan oleh WHO. Di dalam ilmu gizi status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur BB atau TB sesuai dengan umur (U) secara sendiri-sendiri, tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi antara ketiganya, sebagai berikut :
1.    Indikator BB/U
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah. Kelebihan indikator BB/U adalah Dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum; Sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan Dapat mendeteksi kegemukan. Sedangkan kelemahan indikator BB/U adalah interpretasi status gizi dapat keliru apabila terdapat pembengkakan atau oedem; data umur yang akurat sering sulit diperoleh terutama di Negara-negara yang sedang berkembang; kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas/ dikoreksi dan anak bergerak terus; masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan .
2.        Indikator TB/U
       Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Adapun kelebihan indikator TB/U adalah dapat memberikan gambaran riwayat keadaan gizi masa lampau: dapat dijadikan indikator keadaan social ekonomi penduduk. Sedangkan kekurangannya adalah kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang badan pada kelompok usia balita; tidak dapat menggambarkan keadaan gizi saat kini; memerlukan data umur yang akurat yang sering sulit diperoleh di negara-negara berkembang; kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional.
3.        Indikator BB/TB
Indikator BB/TB menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu.Adapu kelebihan indikator BB/TB adalah independen terhadap umur dan ras; dapat menilai status “kurus” dan “gemuk”; dan keadaan marasmus atau KEP berat lain.Sedangkan kelemahannya adalah kesalahan pada saat pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas /dikoreksi dan anak bergerak terus; masalah social budaya setempat yang mempengaruhi orangtua untuk tidak mau menimbang anaknya karena dianggap seperti barang dagangan; kesulitan dalam melakukan pengukuran panjang atau tinggi badan pada kelompok usia balita; kesalahan sering dijumpai pada pembacaan skala ukur, terutama bila dilakukan oleh petugas non-profesional; tidak dapat memberikan gambaran apakah anak tersebut pendek, normal dan jangkung.

2.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi balita
2.5.1.     Keadaan Infeksi
Ada hubungan yang erat antara infeksi (bakteri, virus dan parasit) dengan kejadian malnutrisi. Ditekankan bahwa terjadi interaksi yang sinergis antara malnutrisi dengan penyakit infeksi . Penyakit infeksi akan menyebabkan gangguan gizi melalui beberapa cara yaitu menghilangkan bahan makanan melalui muntah-muntah dan diare. Selain itu penyakit infeksi seperti infeksi saluran pernapasan dapat juga menurunkan nafsu makan . Mekanisme patologisnya dapat bermacam-macam, baik secara sendiri-sendiri maupun bersamaan, yaitu penurunan asupan zat gizi akibat kurangnya nafsu makan, menurunnya absorbsi dan kebiasaan mengurangi makan pada saat sakit, peningkatan kehilangan cairan/zat gizi akibat penyakit diare, mual/muntah dan perdarahan terus menerus serta meningkatnya kebutuhan baik dari peningkatan kebutuhan akibat sakit dan parasit yang terdapat dalam tubuh
2.5.2.     Tingkat Konsumsi Makanan
Konsumsi makanan oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga. Hal ini bergantung pada pendapatan, agama, adat kebiasaan, dan tingkat pendidikan. Dinegara Indonesia yang jumlah pendapatan penduduk sebagian rendah adalah golongan rendah dan menengah akan berdampak pada pemenuhan bahan makanan terutama makanan yang bergizi [41]
Pengukuran konsumsi makan sangat penting untuk mengetahui kenyataan apa yang dimakan oleh masyarakat dan hal ini dapat berguna untuk mengukur status gizi dan menemukan faktor diet yang dapat menyebabkan malnutrisi . Kurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi. Anak yang makanannya tidak cukup maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan mudah terserang infeksi [42].
2.5.3.     Pengaruh Budaya
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan, penyebab penyakit, kelahiran anak, dan produksi pangan. Dalam hal sikap terhadap makanan, masih terdapat pantangan, tahayul, tabu dalam masyarakat yang menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Konsumsi makanan yang rendah juga disebabkan oleh adanya penyakit, terutama penyakit infeksi saluran pencernaan. Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang terlalu banyak akan mempengaruhi asupan gizi dalam keluarga. Konsumsi zat gizi keluarga yang rendah, juga dipengaruhi oleh produksi pangan. Rendahnya produksi pangan disebabkan karena para petani masih menggunakan teknologi yang bersifat tradisional  .
2.5.4.     Penyediaan Pangan
Penyediaan pangan yang cukup diperoleh melalui produksi produksi pangan dalam menghasilkan bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur-mayur dan buah-buahan. Merupakan program untuk menambah nutrisi pada balita ini biasanya diperoleh saat mengikuti posyandu. Adapun pemberin tambahan makanan tersebut berupa makanan pengganti ASI yang biasa didapat dari puskesmas setempat (Almatsier, 2005). Penyebab masalah gizi yang pokok di tempat paling sedikit dua pertiga dunia adalah kurang cukupnya pangan untuk pertumbuhan normal, kesehatan, dan kegiatan normal. Kurang cukupnya pangan berkaitan dengan ketersediaan pangan dalam keluarga. Tidak tersedianya pangan dalam keluarga yang terjadi terus menerus akan menyebabkan terjadinya penyakit kurang gizi [43](Ernawati, 2006).
2.5.5.     Keterjangkauan Pelayanan kesehatan.
Status gizi anak berkaitan dengan keterjangkauan terhadap pelayanan kesehatan dasar. Anak balita sulit dijangkau oleh berbagai kegiatan perbaikan gizi dan kesehatan lainnya karena tidak dapat datang sendiri ke tempat berkumpul yang ditentukan tanpa diantar (Sediaoetama, 2000 dalam Ernawati, 2006). Beberapa aspek pelayanan kesehatan dasar yang berkaitan dengan status gizi anak antara lain: imunisasi, pertolongan persalinan, penimbangan anak, pendidikan kesehatan anak, serta sarana kesehatan seperti posyandu, puskesmas, rumah sakit, praktek bidan dan dokter. Makin tinggi jangkauan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan dasar tersebut di atas, makin kecil risiko terjadinya penyakit gizi kurang .
2.5.6.     Higiene dan Sanitasi Lingkungan
Hal ini bergantung pada kebersihan lingkungan atau ada tidaknya penyakit yang berpengaruh zat-zat gizi oleh tubuh. Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi . Higienitas makanan adalah Tindakan nyata dari ibu anak balita dalam kebersihan dalam mengelola bahan makanan, penyimpanan sampai penyajian makanan balita


2.5.7.     Jumlah Anggota Keluarga
Seandainya anggota keluarga bertambah, maka pangan untuk setiap anak berkurang. Usia 1 -6 tahun merupakan masa yang paling rawan. Kurang energi protein berat akan sedikit dijumpai pada keluarga yang jumlah anggota keluarganya lebih kecil
2.5.8.     Tingkat Pendapatan
Kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum di masyarakat (Latief dkk 2000 dalam Ernawati 2006). Batas kriteria UMR (Upah mimimum regional) menurut BPS untuk daerah pedesaan adalah Rp.1.375.000,-
2.5.9.     Tingkat Pendidikan Ibu
Pendidikan sangat mempengaruhi penerimaan informasi tentang gizi. Masyarakat dengan pendidikan yang rendah akan lebih mempertahankan tradisi-tradisi yang berhubungan dengan makanan sehingga sulit menerima informasi baru di bidang Gizi. Selain itu tingkat pendidikan juga ikut menentukan mudah tidaknya seseorang menerima suatu pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, akan semakin mudah dia menyerap informasi yang diterima termasuk pendidikan dan informasi gizi yang mana dengan pendidikan gizi tersebut diharapkan akan tercipta pola kebiasaan yang baik dan sehat (Handayani 1994 dalam Ernawati 2006). Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan memudahkan seseorang atau masyarakat untuk menyerap informasi dan menginplementasikannya dalam perilaku dan gaya hidup sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan perbaikan gizi. Tingkat pendidikan dapat disederhanakan menjadi pendidikan tinggi (tamat SMA- lulusan PT) dan pendidikan rendah (tamat SD – tamat SMP). Hal ini sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk daerah wajib belajar 12 tahun 

2.5.10. Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
Pengetahuan tentang kadar gizi dalam berbagai bahan makanan, kegunaan makanan bagi kesehatan keluarga dapat membantu ibu memilih bahan makanan yang harganya tidak begitu mahal akan tetapi nilai gizinya tinggi (Soekanto 2002 dalam Yusrizal 2008). Kurangnya pengetahuan ibu tentang gizi berakibat pada rendahnya anggaran untuk belanja pangan dan mutu serta keanekaragaman makanan yang kurang. Keluarga lebih banyak membeli barang karena pengaruh kebiasaan, iklan, dan lingkungan. Selain itu, gangguan gizi juga disebabkan karena kurangnya kemampuan ibu menerapkan informasi tentang gizi dalam kehidupan sehari-hari (Winarno 1990 dalam Ernawati 2006).

2.5.11 Indikator dan cara ukur  Status Gizi Balita

Tabel 1.2
Indikator dan cara ukur  Status Gizi Balita
Variabel
Indikator
Cara ukur

Status gizi balita
1. Berat badan
2. Panjang badan
3.Tinggi badan
4. umur
- Umur
-  Berat badan
-  Panjang badan
-  Tinggi badan










2.6  Kerangka Teori
Bagan 2.1
Kerangka Teori


 


























( Sumber : MenKes RI, 2009 dan Wiliams 2013 ).
 

Posting Komentar

0 Komentar

by Adsterra

byAdsterra